Sobat Materi
Kimia SMA, dalam melakukan titrasi asam basa, larutan yang dititrasi, disebut
titrat dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer (biasanya larutan asam), sedangkan
larutan
pentitrasi, disebut titran (biasanya larutan basa) dimasukkan ke dalam
buret. Titran dituangkan dari buret tetes demi tetes ke dalam larutan titrat
sampai titik stoikiometri tercapai.
Oleh karena
kemampuan mata kita terbatas dalam mengamati warna larutan maka penggunaan
indikator dalam titrasi asam basa selalu mengandung risiko kesalahan. Jika
indikator PP digunakan pada titrasi HCl–NaOH maka pada saat titik setara
tercapai (pH = 7) indikator PP belum berubah warna dan akan berubah warna
ketika pH 8.
Jadi, ada
kesalahan titrasi yang tidak dapat dihindari sehingga pada waktu sobat menghentikan
titrasi (titik akhir titrasi) ditandai dengan warna larutan agak merah jambu,
adapun titik setara sudah dilampaui. Dengan kata lain, titik akhir titrasi
tidak sama dengan titik stoikiometri.
Jika dalam
titrasi HCl–NaOH menggunakan indikator brom timol biru (BTB), dimana trayek pH
indikator ini adalah 6 (kuning) dan 8 (biru) maka pada saat titik setara
tercapai (pH =7) warna larutan campuran menjadi hijau. Kekurangan yang utama
dari indikator BTB adalah mengamati warna hijau tepat pada pH = 7 sangat sukar,
mungkin lebih atau kurang dari 7.
Alat yang
diperlukan untuk titrasi, di antaranya buret, labu erlenmeyer, statif, dan
pipet volume.
Titrasi asam
basa pada dasarnya adalah reaksi penetralan asam oleh basa atau sebaliknya.
Persamaan ion bersihnya:
H+(aq) +
OH–(aq) → H2O(l)
Ketika
campuran berubah warna, itu menunjukkan ion H+ dalam larutan HCl telah
dinetralkan seluruhnya oleh ion OH– dari NaOH. Jika larutan NaOH ditambahkan
terus, dalam campuran akan kelebihan ion OH– (ditunjukkan oleh warna larutan
merah jambu).
Berikut akan
dibahas cara perhitungan titrasi asam kuat oleh basa kuat, misalnya 50 mL
larutan HCl 0,1 M oleh NaOH 0,1 M. Kemudian, menghitung pH larutan pada
titik-titik tertentu selama titrasi.
a. Sebelum
NaOH Ditambahkan
HCl adalah
asam kuat dan di dalam air terionisasi sempurna sehingga larutan mengandung
spesi utama: H+, Cl–, dan H2O. Nilai pH ditentukan oleh jumlah H+ dari HCl.
Karena konsentrasi awal HCl 0,1 M, larutan HCl tersebut mengandung 0,1 M H+
dengan nilai pH = 1
b. Penambahan
10 mL NaOH 0,1 M
Dengan
penambahan NaOH, berarti menetralkan ion H+ oleh ion OH– sehingga konsentrasi
ion H+ berkurang. Dalam campuran reaksi, sebanyak (10 mL × 0,1 M = 1 mmol) OH–
yang ditambahkan bereaksi dengan 1 mmol H+ membentuk H2O.
Setelah
terjadi reaksi, larutan mengandung: H+, Cl–, Na+, dan H2O.
Nilai pH
ditentukan oleh [H+] sisa:
[H+] =mmol H+
sisa/volumelarutan = 4mmol/(50+10)mL = 0,07 M
pH = –log
(0,07) = 1,18.
c. Penambahan
10 mL NaOH 0,1 M Berikutnya
Pada
penambahan 10 mL NaOH 0,1 M berikutnya akan terjadi perubahan konsentrasi pada
H+. Perhatikan tabel berikut.
Setelah
terjadi reaksi, nilai pH ditentukan oleh [H+] sisa:
[H+]
=3mmol/(60+10)mL = 0,04 M
pH = –log
(0,04) = 1,37.
d. Penambahan
NaOH 0,1 M Sampai 50 mL
Pada titik
ini, jumlah NaOH yang ditambahkan adalah 50 mL × 0,1 M = 5 mmol dan jumlah HCl
total adalah 50 mL × 0,1 M = 5 mmol. Jadi, pada titik ini ion H+ tepat
dinetralkan oleh ion OH–. Titik dimana terjadi netralisasi secara tepat
dinamakan titik stoikiometri atau titik ekuivalen. Pada titik ini, spesi utama
yang terdapat dalam larutan adalah Na+, Cl–, dan H2O. Karena Na+ dan Cl– tidak
memiliki sifat asam atau basa, larutan bersifat netral atau memiliki nilai pH =
7 .
e. Penambahan
NaOH 0,1 M Berlebih (sampai 75 mL)
Penambahan
NaOH 0,1 M berlebih menyebabkan pH pada larutan menjadi basa karena lebih
banyak konsentrasi OH– dibandingkan H+. Perhatikan tabel berikut.
Setelah
bereaksi, ion OH– yang ditambahkan berlebih sehingga dapat
menentukan pH
larutan.
[OH–] = mmol
OH– berlebih/volume larutan= 2,5mmol/ (50+75)mL
[OH–] = 0,02
M
pOH = –log
(0,02) = 1,7
pH larutan =
14 – pOH = 12,3
Hasil
perhitungan selanjutnya disusun ke dalam bentuk kurva yang menyatakan
penambahan konsentrasi NaOH terhadap pH larutan seperti ditunjukkan pada. Pada
mulanya perubahan pH sangat lamban, tetapi ketika mendekati titik ekuivalen
perubahannya drastis. Gejala ini dapat dijelaskan sebagai berikut. Pada awal
titrasi, terdapat sejumlah besar H+ dalam larutan. Pada penambahan sedikit ion
OH–, pH berubah sedikit, tetapi mendekati titik ekuivalen, konsentrasi H+
relatif sedikit sehingga penambahan sejumlah kecil OH– dapat mengubah pH yang
sangat besar.
Kurva pH
titrasi asam-basa memiliki ciri:
(1) Bentuk
kurva selalu berupa sigmoid
(2) Pada
titik setara, pH sama dengan 7.
(3) Ketika
mendekati titik ekuivalen, bentuk kurva tajam.
Titik akhir
titrasi dapat sama atau berbeda dengan titik ekuivalen bergantung pada
indikator yang digunakan. Jika indikator yang dipakai memiliki trayek pH 6–8
(indikator BTB), mungkin titik akhir titrasi sama dengan titik ekuivalen. Titik
akhir titrasi adalah saat titrasi dihentikan ketika campuran tepat berubah
warna. Pada umumnya, pH pada titik akhir titrasi lebih besar dari pH titik
ekuivalen sebab pada saat titik ekuivalen tercapai, larutan belum berubah warna
apabila indikator yang digunakan adalah fenolftalein.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar